Jumat, 14 September 2012

Punya Adik Lagi

Ditulis bulan Juli..

Aku terbangun dari tidurku kemudian duduk dan diam sejenak. Menatap dinding kamarku dengan tatapan kosong. Aku bermimpi punya adik lagi. Saat itu aku takut, aku takut mimpiku jadi kenyataan. Apalagi beberapa waktu lalu ayah-ibuku membuka wacana padaku mengenai bagaimana jika menambah adik lagi. Menurutku sih punya 3 adik saja sudah cukup. Aku dilahirkan sebagai anak pertama kedua orang tuaku dan saat ini aku sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Adikku yang pertama perempuan, ia masih kuliah semester 2. Adik keduaku laki-laki, ia masih duduk di bangku SMP, dan adik ketigaku yang juga laki-laki, ia masih duduk di bangku SD. Sepertinya sudah lengkap jika ayah-ibuku cukup mempunyai 2 anak perempuan dan 2 anak laki-laki.

Bagaimana menurut kalian yang berumur 20-an seperti aku? Bukankah memiliki tiga adik sudah lebih dari cukup? Masa mau punya adik lagi? Ya, mungkin diantara kalian ada yang menganggap tak jadi masalah jika mempunyai adik lagi. Tapi buatku 3 adik itu sudah cukup. Adik-adikku yang lain juga sebenarnya tidak ingin punya adik lagi. Punya 3 adik aja udah repot buatku, gimana kalau aku punya 4 adik?

Tunggu, itu aku kan hanya bermimpi punya adik. Untuk apa juga aku kepikiran terus dan kesal sendiri dengan mimpiku? Mimpi kan hanya bunga tidur, ya kan teman-teman?

Mimpi memang hanya bunga tidur. Namun tak lagi jadi bunga tidur ketika hari itu tiba. Hari dimana aku mendengar kabar dari ibuku bahwa ibuku hamil (lagi). Ini merupakan ‘surprise’ yang membuatku kaget luar biasa. Ibuku umurnya sudah 42 tahun tapi masih bisa hamil lagi. Rona di wajahku tak begitu antusias dibanding adik-adikku yang lain saat mendapat ‘surprise’ itu. Aku merasa biasa-biasa saja walaupun aku perlihatkan wajah gembira pada keluargaku.

Keluargaku tak menyangka mimpi yang kuceritakan waktu itu benar-benar jadi kenyataan. Mereka saja tak menyangka, bagaimana aku yang mengalami mimpinya?

Tak hanya aku dan keluargaku saja yang kaget dengan ‘surprise’ ini. Teman-temanku yang kuceritakan saja kaget luar biasa. Mereka tak menyangka saja aku yang sudah berusia 20 tahun dan sudah kuliah akan punya adik lagi. Di usiaku yang sudah menginjak kepala dua ini harusnya udah ngasih cucu ke orang tua, gitu kata mereka. Iya sih, emang harusnya gitu. Tapi kan aku belum siap nikah dan punya anak saat itu. Hehe.

Hari demi hari hingga bulan demi bulan terlewati. Aku tak lagi mengeluh bahwa aku akan punya adik (lagi). Anak itu kan titipan dari Tuhan. Aku bisa bayangkan bagaimana kalau aku yang menjadi bayi yang ada di kandungan ibuku. Pastinya dia akan sedih sekali bila kehadirannya tak diharapkan kakak-kakaknya. Maafkan kakak ya calon adikku.

Hampir setiap hari adikku yang masih SD, namanya Amin, menciumi perut ibuku. Sering juga Amin mengajak bicara janin di perut ibuku dan berharap calon adikku bisa mendengarkan hal-hal yang sering diceritakan kakaknya itu. Melihat hal itu aku senang sekali karena adikku yang masih SD itu saking sayangnya sama calon adikku yang akan lahir sampai berbuat seperti itu. Wah, Amin calon kakak yang baik ternyata.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Adikku akan segera lahir. Semuanya sudah dipersiapkan sebaik mungkin. Aku menjaga rumah sementara adikku yang masih kuliah yang menemani ibu di bidan sampai ibu melahirkan. Teringat ketika kandungan ibuku 7 bulan, ibu memeriksakan ke dokter kandungan untuk melakukan USG kehamilannya. Akulah yang menemani ibu waktu itu. Dokter bilang kemungkinan anaknya laki-laki. Padahal ibuku sangat berharap adikku yang ada di perut ibu perempuan. Tapi ibu tetap bersyukur kalaupun ternyata kehendak Tuhan adalah memberikan satu anak laki-laki lagi di keluargaku.

Di saat aku sudah tak ingin mengeluh lagi karena akan punya adik lagi, aku jadi merasa ketakutan gara-gara teman kampusku bilang risiko untuk ibu yang hamil di atas usia 35 tahun cukup tinggi. Ketakutanku makin bertambah setelah aku membaca beberapa artikel di internet tentang risiko pada ibu yang hamil di atas usia 35 tahun itu selain bahaya untuk keselamatan ibu dan bayi di dalam kandungan tapi juga bisa mempengaruhi kesehatan bayi itu. Dalam artikel yang kubaca, risiko atau komplikasi yang sering terjadi pada wanita atau ibu yang hamil di usia 40 tahun atau tepatnya di atas usia 35 tahun adalah hipertensi, pendarahan saat melahirkan, dan berkurangnya tenaga saat melahirkan. Sedangkan risiko untuk janin adalah pertumbuhan janin yang terhambat dan cacat atau kelainan janin.

Aku jadi makin khawatir setelah membaca artikel tentang itu. Tapi aku merasa lega saat dokter kandungan mengatakan ibu dan kondisi janin di perut ibu sehat. Dokter bilang yang penting ibuku tidak stress dan selalu berdoa, jadi diharapkan semuanya akan baik-baik saja sampai melahirkan nantinya.

Usia kehamilan ibu sudah menginjak bulan ke-9. Ibu melahirkan dengan persalinan normal. Ibu memang tak pernah melakukan operasi caesar mulai dari melahirkan anak pertamanya sampai anak ke-empat. Wah, super sekali ibuku :’)

Sambil menunggu kabar dari adikku di tempat persalinan, aku teringat obrolan kecil keluargaku di ruang tamu saat ibu masih hamil dede Hirin di usia kandungan ibu yang menginjak 8 bulan.

“Kalian senang kan bakal punya adik lagi?” tanya ibu memulai percakapan.
“Senang dong bu..” jawab Amin, adikku yang masih SD kelas 6.
“Harus senang dong ibu masih bisa hamil (lagi). Dan tambah senang lagi karena kalian punya adik lagi dari ibu kandung kalian...” kata ibu sambil melirik ayah.
Wajahku dan adik-adikku yang kebingungan mendengar ucapan ibu langsung terjawab saat ibu melanjutkan lagi ucapannya.
“Iya, coba kalau kalian punya adik lagi dari ibu yang berbeda alias istri kedua ayah kalian? Apa kalian bakal senang? Hehe” kata ibu sambil tertawa kecil.

Kami kompak tertawa. Dasar ibu. Ada-ada aja nih. Dari dulu ibu memang suka meledek ayahku. Sebenarnya ibu takut ayah punya keinginan untuk poligami. Apalagi waktu itu kondisi keuangan ayah bisa dibilang sedang ‘wah’. Ujian lelaki itu kan ada pada harta, tahta, dan wanita. Nah, ayahku sudah mendapatkan kesuksesan dengan harta dan tahtanya. Makanya itu ibu agak takut ayah bakalan nikah lagi dan memutuskan untuk poligami. Untungnya ayah tidak seperti itu dan malah memberi adik lagi untukku melalui istri pertamanya. Hehe.

Ingatanku akan percakapan di waktu ibuku hamil 8 bulan dikagetkan oleh bunyi sms dari adikku. Aku terharu membaca sms dari adikku. Di malam hari tanggal 17 Januari 2011 itulah ibuku, adikku dan bidan yang membantu ibuku melahirkan diberikan ‘surprise’ oleh bayi yang baru lahir itu. Bayi yang lahir dari rahim ibuku ternyata perempuan. Iya, perempuan. Wuaaaaa... Senang sekali ibuku dan adikku waktu itu. Apa yang sudah diprediksikan dokter saat ibuku melakukan USG kandungannya tak seperti kenyataan. Semuanya sungguh sulit dipercaya awalnya. Ya, tapi tak ada yang mustahil ketika Tuhan berkehendak bukan? Walaupun saat ibuku USG kemungkinan bayinya laki-laki, namun jika pada akhirnya Tuhan ingin memberikan anak perempuan lagi pada ibuku itu merupakan takdir Tuhan. Itulah kekuasaan Tuhan.

Adikku lahir disambut oleh senyum bahagia ibu, ayah, dan kakak-kakaknya yang lain. Ayah memberi nama adik perempuanku ini dengan nama yang indah sekali. Namanya ‘Akhirina Shaliha Putri’ yang artinya anak perempuan terakhir yang diharapkan menjadi anak terakhir yang sholeha. Aamiin.

Lahirnya adikku ini membuatku jadi makin mengerti betapa pekerjaan seorang ibu sebagai ibu rumah tangga itu merupakan profesi hebat yang sangat mulia sekali dibandingkan profesi apapun di dunia ini. Profesi seorang ibu itu tak hanya 7-8 jam seperti layaknya karyawan yang bekerja di kantor. Seorang ibu bekerja 24 jam non-stop setiap hari. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur kembali, ibu memiliki tugas tak henti untuk mengurus suami, mengurus anak, dan mengurus rumah hingga beres.

Di malam hari, tak jarang adikku menangis minta ASI atau ngompol karena tidak betah jika popoknya basah. Otomatis ibuku harus bangun dan memberinya ASI bukan? Ibuku juga harus menggantikannya popok kan? Disitulah seorang ibu yang memiliki anak yang masih bayi harus siap sedia bangun di tengah malam untuk melakukan tugasnya.

Ibuku juga bisa mengerjakan beberapa tugas rumah tangga dalam waktu bersamaan. Pernah di suatu hari waktu itu, saat dede Hirin berumur 1 tahun lebih, ia tidak ingin lepas dari gendongan ibu. Akhirnya ibu memasak, menyapu, sekaligus menggendong adikku. Subhanallah, ibuku hebat sekali. Aku yang saat itu sedang mencuci piring merasa salut sekali sama ibuku.

Lahirnya adikku ini juga membuatku sedikit-sedikit belajar bagaimana menjadi seorang ibu. Apalagi saat ayah-ibuku pergi dan aku harus mengurus adikku. Disitulah aku seperti belajar untuk menjadi seorang ibu yang baik. Hehehe.

Mulai dari menyuapinya makan, memandikannya, membuatkan susu, menggantikan popoknya saat ngompol atau pup, mengajaknya bercanda, membuatnya berhenti menangis saat ia menangis, dan hal lainnya. Diujilah kesabaranku disitu.

Di umur dede Hirin yang mulai memasuki umur 1 tahun lebih, mulai banyak hal-hal lucu dan menggemaskan yang dilakukan dede Hirin setiap harinya. Pernah suatu waktu saat aku sedang menyapu, dia ingin ikut menyapu juga. Aku menyetrika, dia ikut ingin menyetrika juga. Aku makan, dia ikut mau makan juga. Aku sholat dia ikut mau sholat juga. Suatu waktu, setelah aku sholat, dia berdiri di atas sajadah yang telah kupakai dan melipat kedua tangan di depan perutnya layaknya orang yang sedang sholat, lalu dia sujud juga di sajadah itu. Keinginannya untuk beribadah dan membantu orang tua sudah terlihat sejak umurnya setahun lebih.


Hal romantis yang pernah dilakukan dede Hirin saat umur 1 tahun 3 bulan yaitu saat aku selesai sholat dan berdoa, dede Hirin datang membawakan kitab suciku (Al-Qur’an) dan memberikannya padaku. Aku terenyuh sekali. Terharu dengan apa yang dilakukan adikku. Mungkin dia tau, sejak aku sudah bekerja, Al-Qur’an jarang sekali kubaca. Dalam seminggu, aku hanya membaca Al-Qur’an dua kali saja di hari sabtu dan minggu. Itupun tak pernah lebih dari 2 lembar dalam sehari. Ya Allah, aku malu sekali pada-Mu. Aku disadarkan untuk membaca Al-Qur’an oleh adikku sendiri yang umurnya saja masih 1 tahun 3 bulan. Makasih ya dede hirin :’).

Ya Allah, jadikanlah adikku ini adik yang sholehah yang bisa menjadi inspirasi keluarganya dan selalu membuat kami termotivasi untuk selalu melakukan kegiatan positif sekecil apapun. Aamiiinn... ^^

Seharusnya

5 September 2012


Hari ini tepat sehari setelah aku berulang tahun. Di hari ini temanku berulang tahun. Namanya Tara. Aku memang tak begitu dekat dengannya. Dia teman sekelasku sewaktu aku kelas 1 SMA. Kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku malah membahas hari ulang tahun temanku. Ya kan, ya kan? Hehe. Geer banget sih aku ini.

Alasannya sih sederhana. Aku ingin membahas soal ulang tahunnya di hari ini karena aku iri dengannya. Bagaimana aku tidak iri kalau di hari ulang tahunnya dia diberikan kejutan oleh keluarganya. Kulihat kumpulan fotonya yang dijadikan satu di dp bbm. Saat dia meniup lilin, memotong kue, menerima kue dari keluarganya (entah ibu/kakaknya yang memberi kejutan kue itu). Aku iri. Jujur, aku iri sekali. Aku ingin sekali seperti itu. Diberi kejutan oleh keluargaku. Entah ibu/ayahku. Yang jelas aku ingin. Aku mau. Mau banget :’( :’( :’(

Kenyataannya, di hari ulang tahunku, aku tak mendapatkan hal itu. Ayah hanya memberiku selamat dan mengulurkan tangannya supaya aku salim padanya. Doa yang kuharapkan dari ayah-ibuku saja tak kudengar dari mulut mereka.

Tapi aku senang, sahabat terbaikku, Arfah, dia memberiku kejutan. Meskipun kejutan yang dia berikan ternyata gagal. Hehe. Maaf ya Arfah. Kamu berarti belum lulus ujian ‘kasih kejutan untuk alifah’. Hahaha. Awalnya aku curiga kenapa kamu terus-terusan nanya: “kamu udah pulang atau belum?” “kamu udah dimana?” Jadi ternyata kamu beneran mau kasih kejutan toh?

Biasanya sih aku selalu cek hp sebelum sampe rumah. Tapi entah kenapa setelah ilham datang menjemputku di pure, aku tak melihat hp hingga akhirnya setelah aku sampai di rumah pun aku tak mengecek hp. Dan alangkah kagetnya aku saat aku sudah selesai makan melihat bbm dari kamu kalau kamu udah di kimsun. Ya ampun, maaf ya Arfah. Aku benar-benar membuatmu gagal memberiku kejutan ya? Hehe.

Akhirnya Arfah ke rumahku dan memberiku kado. Aaaaa.. Aku benar-benar merasa terharu sekali sama kamu. Ternyata kamu… Ternyata kamu sahabatku yang paling baik. Padahal aku belum juga sempet beli kado buat kamu pas kamu ulang tahun. Jahat yah aku? :’(

Makasih ya fah. Makasih makasih makasih dan makasih banget buat kadonya. Aku suka. Sukaaaa banget. Kamu mengerti aku banget sih fah. Udah tau warna kesukaanku orange, eh, aku dikasih rok warna orange. Itu tuh rok yang aku mau beli tau XD. Dan kamu kasih kado itu. Gimana aku ga seneng seneng seneng banget kan? Aku agak berlebihan ya? Hmm.. Apa emang berlebihan banget banget banget? Tuh kan malah tambah berlebihan deh aku. Hehe.

Oh iya, balik lagi cerita tentang kedua orangtuaku. Aku tau kedua orang tuaku memang tak romantis. Seharusnya aku bisa memahami kondisi itu. Jadi aku nggak boleh sedih kalaupun kedua orangtuaku tak bisa memberi kejutan padaku di hari ulang tahunku :’)

Seharusnya aku bersyukur Allah masih memberiku kesempatan untuk memasuki awal usia 22 tahun ini dengan pribadi yang sudah baru lagi sejak bulan maret tahun ini :’)

Seharusnya aku bersyukur aku masih memiliki kedua orang tua yang lengkap yang masih menemaniku di awal usiaku yang ke-22 tahun ini :’)

Seharusnya aku tak membanding-bandingkan kedua orangtuaku dengan orangtua orang lain :’)

Seharusnya aku berterima kasih pada kedua orangtuaku yang telah membesarkanku semenjak aku dilahirkan hingga aku bisa sampai seperti ini. Dibiayai kuliah oleh mereka hingga aku bisa lulus D3, lalu dapat pekerjaan di tempat yang nyaman seperti tempat kerjaku sekarang ini :’)

Seharusnya aku yang memberi kedua orangtuaku hadiah. Tak perlu hadiah mahal yang dibutuhkan mereka. Dengan aku memberikan prestasi terbaikku saja mungkin mereka akan senang :’)

Seharusnya aku tak terus-terusan mengeluh dengan apa yang tak kudapatkan di hari ulang tahunku. Mungkin aku memang tak mendapat kado atau kejutan special dari ayah-ibuku, tapi aku senang mereka masih ada di sisiku, di sampingku, menemani perjalanan hidupku dan mensupport aku setiap hari :’)

Seharusnya aku bersyukur memiliki Allah Yang Maha Baik, yang masih memberiku hidayah melalui kejadian-kejadian yang telah kulalui hingga akhirnya aku sadar bahwa Allah tak ingin aku ‘tersesat’ dan jatuh pada orang yang ‘salah’. Ya Allah, mudah-mudahan aku bisa terus istiqomah di jalan-Mu Ya Allah :’)